requiem seorang yang tlah mati saat menunggu di kolam kenangan
“bukankah kau sudah bisa memaknai rintik hujan senjakala ketika kita menikmati tetesan air nya yang jatuh dipelupuk mata? Sudikah sang ramai menyapaku lagi untuk mengucap selamat tinggal dan mengecup bibirku untuk yang terakhir kali, dan menjelaskan sebuah alur yang tertusuk rembulan merah di temaram yang kelam ketika hujan memanjat awan, aku menunggu di kolam kenangan...”
Kau masih saja sibuk memungut airmata dan menyulam cerita , menambal lobang sepotong sejarah yang tlah usang, tahukah kau, kau tak’kan pernah bisa dan tak’kan pernah ada sang ramai menyapamu kembali, karena resahmu terlalu nyaring untuk kugenggam meski disaat rinduku menjemput kesadaran, rasaku berkelahi dipadung hening, selamat datang neraka-Ku..., wajahmu tlah hilang disulam duri tajam karena tlah kau ingkari seribu musim yang terlecut badai kehidupan, sesaat setelah kuantar kerinduanku padamu di kelamnya malam, kuberjalan telanjang dialtar temaram yang shahih, merekami kegelisahan yang mengambang di padung tanyaku, saat kalian larut dengan cahaya sendiri, saat kau resah pada gerak prosa santunmu padaku, ketiadaan ku untuk ada dan tiada !!! ketiadaan mu untuk tiada!!!, karena jiwa dan tubuhmu tlah menghilang ditelan birahi belatung yang sibuk merampok seonggok bangkai indahmu...Mengait nurani hidup bahkan juga mencencangnya, Mencengkram tubuh dan urat nadi pun terusik aliran darah, Adakah waktu untuk kita bicara arti hidup?
0 Comments:
Post a Comment
<< Home